Rencana Tindak Lanjut dan Laporan Bimtek Pemenuhan Guru Pembimbing Khusus
LAPORAN DIKLAT FUNGSIONAL
GURU PEMBIMBING KHUSUS
PENDIDIKAN INKLUSI
TAHUN 2022
Disusun Oleh:
MARTINAH, S.Pd, M.Pd
SDN 1 MELOBOH
TAHUN 2022
I.
Latar
Belakang
Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif menjadi sebuah keniscayaan, ketika semua warga negara mempunyai hak untuk mendapat layanan pendidikan yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak serta merta membutuhkan pelayanan yang sempurna, melainkan layan pendidikan yang mampu mengakomodasi keberagaman peserta didik. Bentuk akomodasi terhadap keberagaman peserta didik antara lain harus didukung oleh kompetensi guru yang memadai. Sehingga guru yang bersangkutan mampu untuk memberikan akomodasi yang layak bagi peserta didiknya. Kebijakan Pemerintah tentang merdeka belajar, telah menyemangati kita semua untuk berbuat yang terbaik bagi peserta didik kita
Menurut undangundang semua anak memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu, yaitu pendidikan yang sesuai dengan karakteristik mereka yang beragam. Inilah makna belajar merdeka dalam konteks pemeblajaran bagi peserta berkebutuhan khusus. Bentuk-bentuk akomodasi layanan pendidikan didasarkan kepada keberagaman potensi, keberagaman hambatan, keberagaman kebutuhan, keberagaman gaya belajar, dan keberagaman passion dalam belajar. Oleh karena itu para pendidik seyogyanya terus meningkatkan kualifikasi kompetensinya agar mampu memberikan layan terbaik bagi peserta didiknya. Sejalan dengan makin bertambahnya kesadaran masyarakat terhadap isu keberagaman dan pentingnya pendidikan bagi semua, hingga saat ini jumlah sekolah yang menyelenggarakan sistem pendidikan inklusif terus bertambah.
Termasuk semakin banyak daerah-daerah yang mendeklarasikan kabupaten/kota inklusif dan bahkan provinsi yang inklusif. Maka akan semakin banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang dilayani, baik dilayani di sekolah khusus maupun di sekolah umum yang menyelenggarakan pendidikan inklusif. Keberadaan guru-guru pembimbing khusus di sekolah inklusif diharapkan tidak hanya bertindak sebagai pembimbing anak-anak berkebutuhan khusus di sekolahnya, melainkan dapat menjadi motor penggerak bagu guru-guru lainnya untuk terus belajar melayani anak-anak berkebutuhan khusus.
Sehingga sejalan dengan yang digulirkan oleh pemerintah tentang guru penggerak. Namun demikian, peningkatan jumlah layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus belum sejalan dengan penyediaan guru-guru yang memiliki kompetensi dalam melayani anak-anak berkebutuhan khusus. Khususnya, pelayanan anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah umum. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan guru yang memiliki kompetensi dalam melayani anak-anak berkebutuhan khusus saat ini menjadi sangat penting.
Pemenuhan kebutuhan guru, seyogyanya tidak hanya dalam pemenuhan kebutuhan secara kuantitas, akan sangat baik pemenuhan juga dalam arti peningkatan kualifikasi kompetensinya. Guna memenuhi tantangan tersebut di atas, pemerintah dalam hal ini Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, menyusun program pemenuhan kekurangan guru pembimbing khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan sekolah umum yang melayani keberagaman peserta didik. Program pemenuhan kekurangan guru pembimbing khusus dilakukan melalui kegiatan bimbingan teknis. Petunjuk teknis ini merupakan acuan dalam pelaksanaan program pemenuhan guru pembimbing khusus.
II. Dasar Hukum
Dasar penyelenggaraan bimtek mengacu pada berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku, antara lain:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
8. Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) Tahun 2015 – 2019.
9. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter;
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
12. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 01 Tahun 2008 tentang Standar Proses
Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa dan
Tunalaras;
13. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Khusus
14. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
15. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus;
16. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak;
17. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
18. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
19. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
20. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan;
21. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 28 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah.
22. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah;
23. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 32 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal Pendidikan;
24. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018 2018 Tentang Standar Nasional Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan;alifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus;
25. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
III.
Nama Kegiatan
Bimbingan Teknis Guru Pembimbing
Khusus Pendidikan
Inklusi
IV.
Tujuan
Pemenuhan guru pembimbing khusus di
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dan sekolah umum yang melayani
peserta didik berkebutuhan khusus. Khususnya dalam pengelolaan, pemetaan dan
penetapan peserta, penyusunan perangkat bimbingan teknis, rekruitmen narasumber
dan administrator kelas berikut proses pembekalannya, pelaksanaan pembimbingan,
dan penetapan keberhasilan program melalui sistem penjaminan mutu
penyelenggaraan program.
V.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Waktu :
17 – 20 November
2022
Tempat :
Hotel Sahid
Raya Jogyakarta
Pukul
: 08.00
s.d. 21.00 WIB
VI. Peserta
Peserta sejumlah 200 orang Guru Pembimbing Khusus yang telah menyelesaikan bimbingan teknis tahap pemahaman secara daring.
VII.
Narasumber
1.
Budiyanto, Universitas Negeri Surabaya
2.
Joko Yuwono, Universitas Sebelas Maret
3.
Indra Jaya, Universitas Negeri Jakarta
4.
Utomo, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
5.
Muhammad Nurul Anshar, Universitas Negeri Surabaya
6.
Dadang Garnida, PPPPTK TK dan PLB
7.
Agus Supriatna, PPPPTK TK dan PLB
8.
Muhammad Syamsuri, SMAN 2 Kintap, Kab. Tanah Laut, Kalimantan Selatan
9.
Yani Mulyani, SLB Negeri 1 Cileunyi Bandung
10. Agustina Sondjaja, SLBN A
Pajajaran Bandung
Panitia berasal dari Pokja
Pembelajaran, Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan
Pendidikan Khusus.
IX. Anggaran
Semua biaya yang diperlukan dalam kegiatan ini dibebankan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) Tahun Anggaran 2022 Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Dikmen dan Pendidikan Khusus, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
X.
Struktur Program
No |
Materi
Bimbingan Teknis |
Alokasi Waktu |
A |
Materi Umum |
|
1 |
Kebijakan
Pendiidkan Nasional |
2 |
2 |
Penguatan PPK
dan Literasi |
2 |
B |
Materi Pokok |
|
1 |
Konsep Dasar Pendidikan
Inklusi |
6 |
2 |
Keberagaman
Jenis Kebutuhan Peserta Didik |
10 |
3 |
Bentuk Layanan
Pendidikan bagi ABK |
12 |
4 |
Sistem Layanan
Pembelajaran |
20 |
5 |
Pengenalan
Program Kekhususan |
16 |
6 |
Sistem
Dukungan |
12 |
C |
Materi
Penunjang |
|
1 |
Profil Belajar
Siswa |
2 |
2 |
Pendidikan di
Era Revolusi Industri 4.0 |
2 |
|
JUMLAH |
84 |
XI. Jadwal Kegiatan
Jadwal Kegiatan Bimbingan Teknis Guru Pembimbing Khusus Pendidikan Inklusi terlampir.
XII. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan mulai tanggal 17 – 20 November 2022. Upacara pembukaan dilaksanakan pada tanggal 17 November 2022 pukul 14.00, dilanjutkan dengan materi tentang Identifikasi
a. Identifikasi (Selasa, 17 November 2022)
Identifikasi Identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk menemukenali sesuatu benda atau seseorang dengan menggunakan instrumen terstandar. Dalam konteks pendidikan khusus identifikasi merupakan proses menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan mengikuti pembelajaran. Proses identifikasi peserta didik meliputi pengenalan kemampuan (awal), kelemahan atau hambatan, dan kebutuhan untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya. Proses belajar yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah proses untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki peserta didik yang bersangkutan dengan meminimalkan hambatan yang dimilikinya
Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan lain sebagainya. Hasil identifikasi akan menjadi dasar dalam proses pembelajaran bagi peserta didik yang bersangkutan. Identifikasi peserta didik dilakukan untuk lima hal, yaitu penjaringan (screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi, perencanaan pembelajaran, dan pemantauan kemajuan belajar. Asesmen Asesmen adalah upaya untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki, hambatan/kesulitan yang dialami, mengetahui latar belakang mengapa hambatan/kesulitan itu muncul dan untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan oleh yang bersangkutan. Berdasarkan data hasil asesmen tersebut dapat dibuat program pembelajaran yang tepat bagi anak itu. Asesmen dalam pendidikan khusus dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: 1) asesmen berbasis kurikulum (asesmen akademik), dan 2) asesmen berbasis perkembangan, dan 3) asesmen kekhususan (asesmen non-akademik). Teknik pelaksanaan asesmen meliputi tes, wawancara, observasi, dan analisis pekerjaan anak
Dalam suatu proses asesmen, biasanya semua teknik itu dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan, tidak hanya berpatok pada satu teknik saja. Ketika ditemukan peserta didik yang memiliki perbedaan dengan peserta didik pada umumnya, baik dalam bidang akademis maupun non akademis sebaiknya stokeholder melakukan hal-hal sebagai berikut: Peran guru - Melakukan pendekatan persuasif terhadap peserta didik - Berdiskusi dengan teman sejawat dan kepala sekolah - Mengkonfirmasikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan peserta didik dengan orang tua ketika di rumah. Peran Orang tua - Berkoordinasi dengan Rumah Sakit (Poli Tumbuh Kembang Anak) - Berkonsultasi dengan Dokter anak dan atau Psikolog - Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat Peran Kepala sekolah - Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat - Melapor kepada Dinas pendidikan setempat - Sekolah membuat proposal penyelenggaraan pendidikan inklusi - Proposal diajukan kepada Dinas Pendidikan Propinsi setelah memperoleh rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
Peran Dinas Pendidikan - Tim verifikasi Dinas Pendidikan Propinsi mengkaji propsal (surat) yang telah diajukan oleh pihak sekolah. - Tim verifikasi Propinsi terdiri dari unsur, Dinas Pendidikan Propinsi, Perguruan tinggi, Organisasi profesi. - Tim verifikasi mengadakan studi kelayakan kepada sekolah yang telah mengadakan permohonan, - Dinas Pendidikan Propinsi menerbitkan surat penetapan penyelenggaraan pendidikan inklusi, bagi sekolah yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah ditatapkan oleh tim verifikasi. Intervensi Layanan intervensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan hambatan perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. oleh karena itu target layanan intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh seorang anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sebagai dampak dari hambatan yang dimilikinya. Intervensi dilakukan setelah dilakukan adanya hasil asemen diketahui. Penempatan dan Tindak Lanjut Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan kegiatan proses belajar mengajar pada kelas reguler. Namun pada kelas inklusif selain terdapat peserta didik reguler terdapat pula Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK). Di samping menerapkan prinsip-prinsip umum dalam mengelola proses belajar mengajar maka guru harus memperhatikan prinsip-prinsip khusus yang sesuai dengan kebutuhan PDBK. Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model penempatan PDBK yang dipilih berdasarkan hasil asesmen. Penempatan kegiatan belajar dalam kelas bersama-sama perserta didik lainya adalah cara yang sangat inklusif; nondiskriminasi dan fleksibel; sehingga guru harus membuat rancangan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan modifikasi dan adaptasi yang dibutuhkan.
b. Assesemen dan Planning Matrix (Rabu, 18 November 2022) Beberapa ahli mengemukakan pengertian asesmen seperti berikut ini: Lerner (Mulyono, 2001) mengemukakan bahwa assesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi selengkap-lengkapnya mengenai individu yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan individu tersebut. Selanjutnya Aianscow (Munawir Yusuf , 2007) menjelaskan bahwa assesmen dilakukan berkenaan dengan pemberian informasi kepada sejawat (teman guru), pencatatan pekerjaan yang telah dilakukan oleh anak didik, pemberian bantuan pada guru untuk merencanakan pembelajaran pada anak, pengenalan terhadap kekuatan dan kekurangan pada anak dan pemberian informasi kepada pihak-pihak terkait (seperti orang tua, psikolog, dan para ahli lain) yang membutuhkan informasi tersebut. Sementara itu secara khusus.
Sementara itu secara khusus Mcloughlin dan lewis (Sunardi dan Sunaryo, 2007) menjelaskan bahwa asesmen pendidikan anak berkelainan adalah proses pengumpulan informasi yang relevan dengan kepentingan anak, yang dilakukan secara sistematis dalam rangka pembuatan keputusan pengajaran atau layanan khusus. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa asesmen anak berkebutuhan khusus adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang anak secara menyeluruh yang berkenaan dengan kondisi dan karakteristik kelainan, kelebihan dan kekurangan sebagai dasar dalam penyusunan program pembelajaran dan program kebutuhan khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.
Identifikasi dan asesmen merupakan tahapan atau rangkaian kegiatan dari suatu proses pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Identifikasi sering disebut sebagai kegiatan penjaringan, sedangkan asesmen disebut penyaringan (Direktorat PSLB, 2007). Kegiatan penjaringan biasanya belum tentu dilanjutkan ke kegiatan penyaringan. Sementara itu, kegiatan penyaringan sudah tentu dilakukan karena adanya kegiatan penjaringan.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan
identifikasi dapat dilakukan oleh guru dan pihak lain yang dekat dengan anak,
seperti orang tua dan keluarganya, sedangkan asesmen biasanya perlu melibatkan
tenaga profesional yang ahli dalam bidangnya, seperti psikolog, sosiolog dan
terapist. 2. Jenis asesmen dalam pendidikan khusus a) Asesmen akademik Asesmen
akademik adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi/kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus (PDBK) dalam bidang akademik. Bagi PDBK pada jenjang
preeschool, kemampuan akademik yang perlu digali terkait dengan kemampuan
membaca, menulis dan berhitung.
Sedangkan bagi PDBK pada jenjang
pendidikan dasar dan selanjutnya, kemampuan akademik yang perlu digali adalah
terkait dengan semua bidang studi/mata pelajaran yang diajarkan pada sekolah
tersebut. b) Asesmen non-akademik (kekhususan) Asesmen kekhususan dalam
pendidikan khusus adalah suatu proses untuk mengetahui kondisi PDBK yang
berkaitan dengan jenis hambatan yang disandangnya secara mendalam komprehensif
dan akurat. (Akan dipelajari dalam materi ke 5 pada pertemuan ke 6 tentang
pengenalan program kebutuhan khusus). c) Asesmen perkembangan Asesmen non
akademik/perkembangan ini adalah suatu proses untuk mengatahui kondisi
perkembangan PDBK yang terkait dengan kemampuan intelektual, emosi, perilaku,
komunikasi yang sangat bermanfaat dalam mempertimbangkan penggunaan metode,
strategi maupun pemilihan alat bantu yang tepat baik dalam penyusunan perencanaan
pembelajaran (akademik) maupun dalam penyusunan program kebutuhan khusus. 3.
Tujuan dan fungsi Tujuan utama kegiatan asesmen adalah memperoleh informasi
tentang kondisi anak, baik yang berkaitan dengan kemapuan akademik, non
akademik dan kekhususan secara lengkap, akurat dan obyektif. Sedangkan fungsi
asesmen dalam kontek ini adalah untuk membantu guru dan terapis dalam menyusun
perencanaan pembelajaran dan program layanan kebutuhan khusus yang tepat.
Dalam hal ini hasil asesmen dapat
difungsikan sebagai kondisi kemampuan awal (baseline) anak sebelum diberikan
layanan baik akademik maupun program kebutuhan khusus. 4. Sasaran Sejalan
dengan tujuan dan fungsi asesmen seperti diuraikan di atas, maka sasaran
asesmen adalah semua peserta didik yang pada fase identifikasi telah ditetapkan
sebagai peserta didik berkebutuhan khusus. 5. Strategi a) Menetapkan jenis
asesmen yang akan dilakukan (akademik, non-akademik/kekhususan atau
perkembangan) b) Memilih/mengembangkan instrumen asesmen yang tepat (contoh instrumen
terlampir) c) Melakukan asesmen sesuai dengan panduan yang dipersyaratkan. d)
Melakukan tabulasi, klasifikasi dan analisis hasil asesmen. e) Melakukan case
conference terhadap temuan dan hasil analisis tersebut, untuk menentukan
baseline dan penetapan perencanaan pembelajaran/ program
pengembangan/interfensi yang akan dilakukan. f) Mendokumentasikan semua data
hasil asesmen dan kesepakatan hasil case conference.
Planning Matrix
Program layanan
kebutuhan khusus didasarkan pada simpulan hasil asesmen secara langsung. Hal
ini tidak salah namun materi yang dipergunakan sebagai dasar penyusunan program
masih berupa potongan-potongan simpulan atas hasil asesmen yang telah
dilakukan. Quentin Iskov, Project Officer: Disabilities Department of Education
and Children’s Services (2012) menambahkan satu tahapan lagi sebelum menyusun
program intervensi, yaitu penyusunan planning matrix. Planning matrix adalah
mapping diskripsi tentang kondisi ABK secara individu yang menggambarkan
tentang kondisi actual hambatan karakteristiknya, dampak, strategi layanan dan
media yang diperlukan dalam intervensi. Deskripsi mapping karakteristik
kebutuhan khusus tersebut selanjutnya disusun skala prioritas yang
menggambarkan urutan urgensi masalah yang perlu segera ditangani.
Oleh
sebab itu dengan adanya planning matrix ini, guru pendidikan khusus menjadi
sangat terbantu, karena untuk menetapkan program layanan kebutuhan khusus,
tinggal menyusun program layanan kebutuhan khusus tersebut sesuai dengan skala
prioritas yang telah diperoleh. Pada awalnya planning matrix ini dibuat untuk
anak autis spectrum disorder, namun dalam perkembangannya, ABK dengan hambatan
lainnya juga menjadi sangat terbantu dengan plaanning matrix ini.
Jenis
hambatan/kelainan pada ABK yang selanjutnya dapat dirumuskan. 2. Tujuan a)
Memetakan kondisi aktual akademik maupun kekhususan ABK berdasarkan hasil
asesmen yang telah dilakukan b) Menganalisis dampak dari masing-masing aspek
kondisi aktual ABK baik akademik maupun kekhususannya. c) Menganalisis strategi
layanan yang tepat pada ABK sesuai dengan kondisi dan kebutuhan khusus ABK baik
akademik maupun kekhususannya. 3. Fungsi a) Memudahkan guru/terapis dalam
menetapkan kondisi awal aktual (baseline) ABK baik aspek akademik maupun
kekhususan. b) Membantu guru/terapis dalam mempuan mapping kondisi ABK secara
komprehensif. c) Memudahkan guru/terapis dalam menetapkan skala prioritas
layanan kekhususan yang harus segera dilakukan. 4. Prosedur pengembangan
planning matrix a) Mengkategorikan data hasil asesmen berdasarkan jenis
hambatan/ kelaianan ABK. b) Membuat tabel mapping ABK berdasarkan jenis
hambatan/kelainannya sesuai dengan temuan asesmen. c) Menuangkan temuan kondisi
aktual karakteristik ABK pada tabel mapping yang telah dibuat. d) Menganalisis
dampak temuan kondisi aktual ABK dan dituang pada tabel yang telah dibuat. e)
Menganalisis strategi layanan pada setiap temuan kondisi aktual ABK dan
dituangkan pada tabel yang telah dibuat. f) Menganalisis skala prioritas
layanan berdasarkan berat ringannnya.
c. Program Pembelajaran Individual (Kamis, 19 November 2022)
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif para peserta didiknya memiliki kemampuan yang heterogen, karena peserta didik di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di samping anakanak umum juga terdapat anak-anak berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus ini memiliki keragaman kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris neurologis. Pembelajaran di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif yang kemampuan peserta didiknya sangat heterogen, berbeda dengan pembelajaran di sekolah umum yang memiliki kemampuan homogen. Para guru umum, pada umumnya tidak dipersiapkan untuk mengajar peserta didik yang mengalami kelainan atau berkebutuhan khusus, sehingga sering kali mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus.
Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan maksud agar peserta didik menguasai kompetensi dasar mata pelajaran. Agar kompetensi dasar dapat tercapai secara tuntas guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran. Prinsip-prinsip pembelajaran di kelas inklusi secara umum sama dengan prinsip-prinsip pembelajaran yang berlaku bagi peserta didik pada umumnya. Namun demikian, karena di dalam kelas inklusif terdapat peserta didik dengan kebutuhan khusus yang mengalami kelainan baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris neurologis, maka guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsipprinsip umum pembelajaran juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip pembelajaran khusus sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak berkebutuhan khusus.
Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan pembelajaran harus dirancang dengan baik, disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap individu peserta didik dan didukung oleh kompetensi pendidik, media, sumber dan strategi pembelajaran yang memadai, sesuai dengan standar pelayanan. Hal-Hal Penting dalam Membuat PPI Para guru umum, pada umumnya tidak dipersiapkan untuk mengajar peserta didik berkebutuhan khusus, sehingga seringkali mengalami kesulitan ketika berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus. Beberapa alternatif program pelayanan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan peserta didik di antaranya adalah: a. Layanan pendidikan penuh, b. Layanan pendidikan yang dimodifikasi, c. Layanan pendidikan individualisasi
Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, kemampuan dan karakteristik peserta didik, serta mengacu kepada kurikulum yang dikembangkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang kegiatan pembelajaran pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif antara lain seperti di bawah ini. a. Menetapkan tujuan b. Merencanakan pengelolaan kelas; termasuk mengatur lingkungan fisik dan sosial c. Menetapakan dan pengorganisasian bahan/materi; topik apa yang ingin diajarkan kepada peserta didik d. Merencanakan strategi pendekatan kegiatan pembelajaran; bagaimana bentuk kegiatannya, apakah peserta didik mendapat kesempatan untuk berperan aktif dalam pembelajaran e. Merencanakan prosedur kegiatan pembelajaran; bagaimana bentuk dan urutan kegiatannya, apakah kegiatan itu sesuai untuk semua peserta didik, dan bagaimana peserta didik mencatat, mendokumentasikan, dan menampilkan hasil belajarnya f. Merencanakan penggunaan sumber dan media belajar; sumber belajar mana yang akan digunakan, media apa yang sesuai dan tidak membahayakan peserta didik. g. Merencanakan penilaian; bagaimana cara peserta didik telah menyelesaikan tugasnya dalam suatu proses pembelajaran, dan apa bentuk tindak lanjut yang diinginkan.
Kegiatan pembelajaran dalam seting inklusif akan berbeda baik dalam strategi, kegiatan, media, dan metode. Dalam seting inklusif, guru hendaknya dapat mengakomodasi semua kebutuhan peserta didik di kelas yang bersangkutan termasuk membantu mereka memperoleh pemahaman yang sesuai dengan gaya belajarnya masing-masing. Hambatan belajar dapat berasal dari kesulitan menentukan strategi belajar dan metode belajar lainnya sebagai akibat dari faktor-faktor biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan dari beberapa faktor tersebut.
Sebagai contoh gangguan sensoris seperti hilangnya penglihatan atau pendengaran, merupakan hambatan dalam memperoleh masukan informasi dari luar. Disfungsi minimal otak mungkin akan berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model kelas tertentu mungkin berbeda dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada model kelas yang lain. Pada model Kelas Reguler, bahan belajar antara anak luar biasa dengan anak normal mungkin tidak berbeda secara signifikan; namun pada model Kelas Reguler dengan Cluster, bahan belajar antara peserta didik luar biasa dengan peserta didik normal biasanya tidak sama, bahkan antara sesama peserta didik luar biasa pun dapat berbeda.
Merencanakan kegitan pembelajaran dalam pendidikan inklusif yaitu: (1) melaksanakan pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK), (2) memiliki desain pembelajaran yang lebih peka dalam mempertimbangkan keragaman peserta didik agar pembelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik, (3) melaksanakan asesmen sebelum pelaksanaan pembelajaran yaitu proses pengumpulan informasi tentang seorang peserta didik yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan peserta didik tersebut, (4) memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), satuan pendidikan memiliki program pembelajaran individual (PPI) yang disusun sesuai dengan kebutuhan peserta didik, (5) merancang atau menyusun bahan ajar yang disesuaikan dengan keberagaman peseta didik, (6) mampu menggunakan berbagai pendekatan mengajar yang sesuai dengan kebutuhan semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus, dan (7) menyediakan layanan program khusus bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan khusus, termasuk peserta didik yang berkesulitan belajar atau peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Berbagai pendekatan dalam kelompok 1. Pembelajaran langsung pada seluruh kelas Pendekatan ini cocok untuk memperkenalkan berbagai topik. Guru menyiapkan beberapa pertanyaan untuk dijawab peserta didik sesuai dengan kemampuannya. Guru dapat menggunakan kelas untuk bercerita atau menunjukkan karya mereka seperti membuat puisi, lagu, bercerita atau membuat permainan secara bersama-sama. Guru harus berupaya menciptakan strategi pembelajaran dengan materi yang sesuai yang dapat mengakomodasi semua keragaman. Untuk dapat mendorong semua peserta didik aktif, guru dapat memberikan tugas yang berbeda pada setiap kelompok atau memberikan tugas yang sama dengan hasil yang diharapkan berbeda. 2. Pembelajaran Individual Pembelajaran individual diberikan pada peserta didik tertentu untuk membantu mereka menyelesaikan masalahnya seperti pada peserta didik berbakat dengan mendorong mereka memberikan tugas yang lebih menantang. 3. Pembelajaran untuk kelompok kecil Guru membagi peserta didik dalam kelompok kecil dengan menggunakan strategi yang efektif yang dapat memenuhi semua kebutuhan peserta didik.
Guru dapat mendorong peserta didik agar dapat bekerja lebih kooperatif. 4. Pembelajaran yang kooperatif Pembelajaran yang kooperatif terjadi ketika peserta didik berbagi tanggungjawab untuk mencapai tujuan bersama. Guru hendaknya berupaya menghindari pembelajaran yang kompetitif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru memegang peranan penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar sehingga peserta didik merasa mampu mengatasi permasalahan mereka sendiri dan merasa dihargai. Pembelajaran yang kooperatif dapat membantu peserta didik meningkatkan pemahaman dan rasa senang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, terhadap kelompoknya, dan terhadap pekerjaannya.
Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk mengembangkan berbagai keterampilannya seperti peserta didik perempuan menjadi presenter, dan peserta didik laki-laki menjadi notulis dan kegiatan lainnya sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari aktivitas kerja kelompok yang kooperatif. Penyusunan Program Pembelajaran Individual Secara sistematis format identitas, Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Tujuan, Indikator, materi pembelajaran, alat/media dan Penilaian.Guru kelas atau guru bidang studi di sekolah reguler bersama-sama guru Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau Pendidikan Khusus (PKh) sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus terlebih dahulu perlu menjabarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam rencana pembelajaran reguler, modifikasi pembelajaran serta program pengajaran individual (PPI) untuk anak berkebutuhan khusus.
PPI merupakan rencana pengajaran yang dirancang untuk satu orang peserta didik yang berkebutuhan khusus atau yang memiliki kecerdasan/bakat istimewa. PPI harus merupakan program yang dinamis artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta didik, dan disusun oleh sebuah tim terdiri dari orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus/PLB, dan peserta didik yang bersangkutan yang disusun secara bersamasama. Idealnya PPI tersebut disusun oleh tim terdiri dari Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Tenaga ahli dan Profesi terkait, orang tua/wali murid, guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pendidikan khusus/PLB, serta peserta didik yang bersangkutan. Rencana program Pembelajaran Individual (PPI)diperuntukkan bagi individu yang memang tidak memungkinkan menggunakan kurikulum reguler maupun modifikasi. Tingkat kebutuhan pelayanan khususnya termasuk sedang atau agak berat.
Mereka diberikan kurikulum PPI yang dikembangkan oleh tim sekolah, orangtua, dan profesi lain. Tempat pembelajaran tidak harus di kelas reguler, dapat di kelas khusus yang ada di sekolah reguler sesuai dengan kemampuan peserta didik. Proses pembelajaran dan penilaian menggunakan standar yang berbeda dengan program tambahan. Program Tambahan yang diperlukan (sesuai kebutuhan) a. Bimbingan Keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh guru kelas. b. Bimbingan keterampilan khusus sesuai hambatannya dilaksanakan oleh GPK (di kelas/di luar kelas), c. Bimbingan akademik di luar kelas (remedial teaching) oleh guru kelas/GPK/ lainnya.
Program pengayaan horisontal oleh guru kelas/ GPK. d. Program percepatan belajar oleh guru kelas/Bd. Studi dengan SKSProgram pengembangan bakat istimewa/ keterampilan vokasinal e. Program intervensi dengan melibatkan profesi lain Di dalam pembuatan PPI penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip dasarnya dan komponen dalam PPI. Adapun beberap prinsip-prinsip dan komponen tersebut adalah sebagai berikut: a. Berorientasi pada peserta didik b. Sesuai potensi dan kebutuhan anak c. Memperhatikan kecepatan belajar masing-masing d. Mengejar ketertinggalan dan mengoptimalkankemampuan Komponen PPI secara garis besar meliputi: a. Deskripsi singkat kemampuan peserta didik sekarang, b. Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus), c. Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk Seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas reguler, d. Sasaran e. Metode f. Ketercapaian sasaran g. Evaluasi
d. Pendidikan Era Industri 4.0 (Jumat, 20 November 2022)
Mulai dicetuskan pertama kali oleh sekelompok perwakilan ahli berbagai bidang asal Jerman, pada tahun 2011 lalu di acara Hannover Trade Fair. Dipaparkan bahwa industri saat ini telah memasuki inovasi baru, dimana proses produksi mulai berubah pesat. Pemerintah Jerman menganggap serius gagasan ini dan tidak lama menjadikan gagasan ini sebuah gagasan resmi. Setelah resminya gagasan ini, pemerintah Jerman bahkan membentuk kelompok khusus untuk membahas mengenai penerapan Industri 4.0 .
Pada 2015, Angella Markel mengenalkan gagasan Revolusi Industri 4.0 di acara World Economic Forum (WEF). Jerman sendiri menggelintirkan modal sebesar €200 juta untuk menyokong akademisi, pemerintah, dan pebisnis untuk melakukan penelitian lintas akademis mengenai Revolusi Industri 4.0. Tidak hanya Jerman yang melakukan penelitian serius mengenai Revolusi Industri 4.0, namun Amerika Serikat juga menggerakkan Smart Manufacturing Leadership Coalition (SMLC), sebuah organisasi nirlaba yang terdiri dari produsen, pemasok, perusahaan teknologi, lembaga pemerintah, universitas dan laboratorium yang memiliki tujuan untuk memajukan cara berpikir di balik Revolusi Industri 4.0.
Saat ini kita berada di zaman dimana Revolusi Industri 4.0 baru saja dimulai. Lalu seperti apa sebenarnya Revolusi Industri 4.0? Revolusi Industri 4.0 menerapkan konsep automatisasi yang dilakukan oleh mesin tanpa memerlukan tenaga manusia dalam pengaplikasiannya. Dimana hal tersebut merupakan hal vital yang dibutuhkan oleh para pelaku industri demi efisiensi waktu, tenaga kerja, dan biaya. Penerapan Revolusi Industri 4.0 di pabrik-pabrik saat ini juga dikenal dengan istilah Smart Factory. Tidak hanya itu, saat ini pengambilan ataupun pertukaran data juga dapat dilakukan on time saat dibutuhkan, melalui jaringan internet. Sehingga proses produksi dan pembukuan yang berjalan di pabrik dapat termotorisasi oleh pihak yang berkepentingan kapan saja dan dimana saja selama terhubung dengan internet.
Bila kita melihat kembali Revolusi Industri 3.0 dimana merupakan titik awal dari era digital revolution, yang memadukan inovasi di bidang Elektronik dan Teknologi Informasi. Ada perdebatan apakah Revolusi Industri 4.0 cocok disebut sebagai sebuah revolusi industri atau hanya sebuah perluasan atau pengembangan dari Revolusi Industri 3.0. Namun nyatanya, perkembangan Revolusi Industri 3.0 ke Revolusi Industri 4.0 sangat signifikan, hal baru yang sebelumnya tidak pernah ada di era Revolusi Industri 3.0 mulai ditemukan. Para ahli meyakini era ini merupkana era dari Revolusi Industri 4.0, dikarenakan terdapat banyak inovasi baru di Industri 4.0, diantaranya Internet of Things (IoT), Big Data, percetakan 3D, Artifical Intelligence (AI), kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, robot dan mesin pintar. Salah satu hal terbesar didalam Revolusi Industri 4.0 adalah Internet of Things
XIII. Tindak Lanjut
1. Memenuhi sebagian dari kebutuhan guru pembimbing khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
2. Meningkatkan pemahaman guru tentang konsep dan prinsip dasar penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif.
3. Meningkatkan kompetensi profesional guru dalam praktik layanan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
4. Meningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam melayani anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
5. Meningkatan keterampilan guru dalam praktik pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
XIV. Dampak
Dampak yang diharapkan dari penyelenggaraan bimbingan teknis pemenuhan guru pembimbing khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, antara lain:
- Terpenuhinya sebagian dari kebutuhan guru pembimbing khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
- Meningkatnya
pengetahuan dan pemahaman guru tentang filosofi dan konsep dan prinsip dasar
penyelenggaraan pendidikan inklusif;
- Meningkatnya
sikap positif terhadap keberagaman karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus;
- Meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan guru dalam melakukan identifikasi dan asesmen bagi
PDBK.
- Meningkatnya
keterampilan guru terampil untuk mendeteksi potensi belajar, hambatan
perkembangan, dan kebutuhan belajar PDBK.
- Meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan penyesuaian (adaptasi) kurikulum,
pembelajaran, dan penilaian untuk memenuhi kebutuhan peserta didik;
- Meningkatnya
kemampuan merancang dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi semua
peserta didik sehingga dapat belajar secara optimal;
- Meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan dalam merancang, melaksanakan dan mengevaluasi
program yang mengakes pendidikan inklusif; dan
- Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan untuk
membina, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan inklusif.
XV. Penutup
Laporan ini merupakan acuan umum yang mengingat dalam pelaksanaan Kegiatan Bimbingan Teknis Pemenuhan Guru Pebimbing Khusus di sekolah penyelenggara Pendidikan inklusif tahap penguasaan keterampilan. Tingkat keberhasilan kegiatan ini sangat bergantung pada pemahaman, kesadaran, keterlibatan dan upaya sungguh-sungguh dari segenap unsur pelaksana proses.
Lampiran 1.
Matrik Pelaksanaan Kegiatan.
Nama Diklat |
Tempat kegiatan |
Jmh jam kegiatan diklat |
Nama nama fasilitator |
Mata Diklat/ Kompetensi |
Nama penyelenggara |
Dampak |
BIMBINGAN TEKNIS GURU PEMBIMBING KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSI |
Hotel Sahid Raya
Jogyakarta |
84 |
1.
Budiyanto, 2.
Joko Yuwono, 3.
Indra Jaya, 4.
Utomo, 5.
Muhammad
Nurul Anshar, 6.
Dadang
Garnida, 7.
Agus
Supriatna, 8.
Muhammad
Syamsuri, 9.
Yani Mulyani,
SLB Negeri 1 Cileunyi Bandung 10. Agustina Sondjaja, |
1.
Identifikasi 2.
Asesmen dan Planning Matrix 3.
Program Pembelajaran Individual (PPI) 4.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Akomodatif 5.
Pendidikan Era Industri 4.0 |
Direktorat Jenderal
Pendidikan Inklusi |
Dapat meningkatkan kompetensi di bidang
pendidikan, antara lain: 1.
Terpenuhinya kebutuhan guru pembimbing khusus di sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif. 2.
Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman guru tentang prinsip dasar
penyelenggaraan pendidikan inklusif; 3.
Meningkatnya sikap positif terhadap keberagaman 4.
Meningkatnya keterampilan guru terampil untuk mendeteksi potensi
belajar, hambatan perkembangan, dan kebutuhan belajar PDBK. 5.
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan penyesuaian
(adaptasi) kurikulum, pembelajaran, dan penilaian untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik; |